Ini Sikap Istana Pasca MK Larang Wamen Rangkap Jabatan

9 hours ago 1

Jadi intinya...

  • Mensesneg Prasetyo Hadi menghormati putusan MK tentang larangan rangkap jabatan.
  • MK melarang menteri dan wakil menteri rangkap jabatan di BUMN/swasta/organisasi.
  • Pemerintah akan mempelajari putusan MK dan berkoordinasi dengan Presiden.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang menteri dan wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.

Dia mengaku baru mengetahui putusan MK tersebut.

"Berkenaan dengan baru saja MK ada keputusan tentang larangan untuk pejabat negara dalam hal ini Wakil Menteri merangkap jabatan, baru saja kami mendapatkan informasinya, sehingga tentu pertama kita menghormati segala keputusan dari Mahkamah Konstitusi," kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/8/2025).

Politikus Gerindra ini mengatakan, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu putusan MK tersebut. Dia juga akan berkomunikasi dengan Presiden Prabowo Subianto terkait tindak lanjut putusan MK.

"Namun demikian tentu berdasarkan hasil keputusan tersebut kami akan mempelajari dan tentu akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, untuk terutama dalam hal ini kepada Bapak Presiden untuk kemudian nanti akan dibicarakan apa yang menjadi tindak lanjut dari hasil keputusan MK tersebut," jelas Prasetyo.

Minta Masyarakat Bersabar

Untuk itu, Prasetyo meminta masyarakat bersabar dan memberikan waktu kepada pemerintah untuk menindaklanjuti putusan MK.

Terlebih, putusan tersebut baru dibacakan pada Kamis hari ini.

"Jadi kami mohon waktu terlebih dahulu karena juga baru beberapa saat yang lalu itu dibacakan keputusannya," tutur Prasetyo.

Menteri dan Wamen Dilarang Rangkap Jabatan di BUMN hingga Organisasi Dibiayai APBN

Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas melarang wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya. Baik itu komisaris atau direksi pada perusahaan negara dan swasta, maupun pimpinan organisasi yang dibiayai APBN maupun APBD.

Penegasan itu tertuang pada putusan teranyar MK untuk Perkara Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang diucapkan dalam sidang putusan di Ruang Sidang Pleno MK di Jakarta, Kamis (28/8/2025) sore.

"Mengabulkan permohonan pemohon I untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Mahkamah secara eksplisit memasukkan frasa "wakil menteri" ke dalam norma Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang pada mulanya hanya berisi larangan rangkap jabatan untuk menteri.

MK menyatakan Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang tertuang dalam amar putusan.

Perubahan Bunyi Pasal 23 UU Kementerian Negara

Dengan putusan itu, Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara kini menjadi berbunyi: "Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD."

Dilansir Antara, perkara 128 ini dimohonkan oleh advokat Viktor Santoso Tandiasa dan pengemudi ojek daring Didi Supandi. Namun, MK menyatakan permohonan Didi tidak dapat diterima karena yang bersangkutan tidak memiliki kedudukan hukum.

Terhadap putusan tersebut, dua orang hakim menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion), yakni Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Arsul Sani.

Read Entire Article









close
Banner iklan disini