JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar terkait pajak penghasilan (PPh) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ditanggung oleh negara sempat menjadi sorotan publik.
Hal ini mencuat dari pernyataan Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar di YouTube Greenpeace Indonesia pada Senin (18/8/2025).
Media menilai adanya ketidakadilan dalam mengoptimalkan penerimaan negara.
Pasalnya, pemerintah cenderung memajaki masyarakat bawah ketimbang sumber-sumber yang lebih layak dipajaki.
Baca juga: Polemik Pajak Penghasilan Anggota DPR Ditanggung Negara, Ditjen Pajak Beri Penjelasan
Dia mencontohkan kejadian yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, di mana pemerintah daerah Pati sempat berencana menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Sementara gaji atau penghasilan para pejabat tidak dikenakan pajak, mulai dari bupati, menteri, anggota DPR, hingga presiden sekalipun.
"Kalau bicara fair atau tidak fair, ya, masyarakat Pati itu kan harus bayar pajak, tapi Bupati Sadewo itu enggak bayar pajak. Sesuai regulasi, ada PP-nya, APBN yang dikeluarkan untuk gaji pejabat itu enggak dikenakan pajak," ujar Media, dikutip dari YouTube Greenpeace Indonesia.
Alih-alih mengoptimalkan penerimaan negara, pemerintah justru mengambil jalan keluar termudah, yakni melakukan efisiensi anggaran belanja negara, termasuk transportation ke daerah (TKD).
Padahal, efisiensi anggaran ini menyebabkan sejumlah proyek strategis nasional (PSN) menjadi terhambat.
"Kita butuh uang nih, tapi kan pemerintah mikirnya enggak mau narikin pajak dari oligarki, orang-orang ace kaya, ya sudah potong aja anggaran. Itulah yang terjadi di Pati, Rp 59 miliar dipotong tahun ini dan kemudian bupati enggak ada uang. Akhirnya bupati memajaki rakyatnya sendiri dengan pajak PBB," tukasnya.
Kabar ini diperpanas dengan beredarnya Surat Edaran Sekretariat Jenderal DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 yang mengatur soal tunjangan dan gaji anggota DPR RI.
Dari surat itu diketahui anggota DPR RI mendapatkan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sebesar Rp 1.729.000 hingga Rp 2.699.813.
Pemerintah Bantah
Akun Instagram @cekfakta.ri yang dikelola oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan menyatakan, pernyataan Media Askar yang menyebutkan pejabat negara tidak membayar pajak sebagai informasi yang tidak benar.
"Beredar sebuah pernyataan yang mengandung disinformasi, fitnah, dan kebencian, yang disampaikan oleh Media Wahyudi Askar dari Celios dalam sebuah podcast wawancara di kanal YouTube Greenpeace Indonesia," tulis akun Instagram @cekfakta.ri yang disertai dengan cuplikan YouTube Greenpeace Indonesia.
Akun tersebut mengungkapkan, tidak ada pengecualian dalam pemungutan pajak kepada pejabat.